Suara Jerit Tangis Bayi di Rumpun Bambu
Malam itu sepi gopi, tidak ada suara aktivitas penduduk. Begitu juga Suara televisi dan radio yang biasa terdengar malam itu sepi.
Hanya suara binatang malam yang nyaring terdengar seperti bermain vokal, yaitu katak yang bersautan bernyanyi karena girangnya kolam kolam penduduk tergenang air. Namun ada sesekali suara burung hantu yang terdengar menjadikan bulu kuduk berdiri siapapun yang mendengarnya.
Hal itu menjadikan Lek Herman ( nama samaran ) Bergegas mengambil jaket nya dan memakai sarung menuju gardu menabuh kentongan bertalu talu. Ia memang sangat rajin jika piket ronda tak sekalipun izin kecuali jika sedang sakit. Sambil berkeliling, ia mengambil jimpitan yang sudah dipasangng oleh para Penduduk. Sendiri saja Lek Herman berkeliling, karena diundangnya berkali-kali dengan kentongannya tak ada yang kunjung datang ke Pos Ronda.
Jadilah kresek yang dibawan Lek Herman penuh seperti malam malam sebelumnya saat tidak dingin seperti malam ini. Setelah berkeliling dari pintu ke pintu rumah Penduduk kembalilah Lek Herman ke Pos Ronda membunyikan kentongan lagi.
Dirasa tidak ada yang datang maka segeralah Lek Herman pulang. Namun baru saja melangkahkan kakinya, Lek Herman mendengar sayup sayup dari jauh namun jelas pusatnya dari rumpun bambu, yaitu suara tangis bayi.
Setelah Lek Herman mendekat suara itu, makin jelas namun tidak ada wujudnya. Menemui hal itu Lek Herman segera tidak menghiraukan. Hanya keesokan paginya ia ditemani beberapa warga dan ustad mendekati rumpun bambu tersebut untuk mengecek keadaan karena semalam ada suara tangis bayi bertalu talu mengganggu telinganya. Oleh para warga di bawah rumpun bambu tersebut persis ada gundukan tanah yang sepertinya sudah berlumut pertanda sudah lama adanya. Dibongkarlah gundukan tanah tersebut. Apa yang ditemukan disana semuanya yang mengelilingi rumpun bambu pagi itu dibuat tercengang dan kaget. Mereka dengan mata kepala melihat tulang belulang bayi yang ada di dalam gundukan bawah rumpun bambu tersebut.
Setelah rembugan Pak Ustad segera memimpin doa dan warga lain mencari kain kafan dan memindahkan jasad tulang belulang bayi tersebut di makam yang semestinya agar tidak mengganggu warga.
Sejak pemindahan tulang belulang di bawah rumpun bambu tersebut kini iudak ada lagi suara tangis bayi yang memilukan.
Komentar
Posting Komentar